Habibie vs Benny Moerdani: Dari Bestie Jadi Enemy

Ilustrasi BJ Habibie dan Benny Moerdani. [ChatGPT]
Ilustrasi BJ Habibie dan Benny Moerdani. [ChatGPT]
Halo Jadoelers! Siapa sangka dua tokoh besar Indonesia ini yaitu Jenderal Benny Moerdani dan BJ Habibie, dulunya sahabatan banget, tapi akhirnya malah jadi kayak… musuhan halus. Kok bisa? Yuk kita bahas kisah bromance yang berubah jadi tegang ini!

Pertemuan Pertama

Kejeniusan Bacharuddin Jusuf Habibie di bidang kedirgantaraan sampai juga ke telinga Presiden Suharto.

Suharto mengutus direktur utama Pertamina Ibnu Sutowo ke Jerman untuk membawa Habibie pulang ke tanah air.

Suharto ingin Habibie membangun industri dirgantara di Indonesia. Berangkatlah Ibnu Sutowo ke Jerman.

Pertemuan Habibie dengan Ibnu Sutowo terjadi di Hotel Hilton, Duesseldorf, Jerman pada 14 Desember 1973. Sutowo yang terkenal keras langsung membentak Habibie.

“Mengapa Saudara masih berada di rantau sementara saudara-saudaramu membanting tulang untuk membangun bangsanya?” kata Ibnu Sutowo.

“Saudara ikut membangun bangsa lain. Saudara harus malu,” sergah Sutowo.

Habibie hanya bisa terdiam.

Ibnu Sutowo langsung memerintahkan Habibie pulang ke Jakarta. Bagi Habibie, omongan pedas Ibnu Sutowo ada benarnya.

Ia pun bersedia pulang ke Indonesia setelah melanglang buana selama puluhan tahun di Jerman. Habibie tiba di tanah air beberapa waktu setelah peristiwa Malapetaka 15 Januari 1974 atau Malari.

“Saya tiba di Jakarta ketika jam malam baru saja dicabut,” ujar Habibie.

Ia langsung menemui Ibnu Sutowo. Pada pertemuan itu, sikap Ibnu Sutowo berubah. Ia lebih ramah.
Sutowo lalu menyampaikan bahwa dirinya diperintah Suharto untuk membawa Habibie pulang.

Habibie kemudian diminta menemui Presiden Suharto. Habibie pun bertemu Suharto.

Bagi Suharto, Habibie adalah aset berharga bangsa Indonesia sehingga perlu dijaga keamanannya.
Tak tanggung-tanggung, Suharto menugaskan Kolonel Benny Moerdani untuk menjaga Habibie.

“Kenal Benny?” tanya Suharto ke Habibie.

Habibie menjawab tidak mengenal Benny Moerdani.

“Dia akan jadi kepala Intel Hankam. Dan saya tugaskan dia menjaga kamu biar tidak diganggu siapapun,” ujar Suharto.

Lalu Habibie bertemu Benny Moerdani untuk pertama kalinya di markas Intel di Tebet. Saat itu Benny baru naik pangkat menjadi Brigjen.

Habibie dan Benny berbincang santai dalam bahasa Belanda. Tak lupa, Benny memperkenalkan semua staf. Sejak itu Habibie dekat dengan Benny.

Habibie menaruh hormat terhadap Benny Moerdani. Di mata Habibie, Benny adalah seorang pahlawan yang sangat loyal terhadap Suharto.

Selain itu, Benny juga dianggap Habibie sebagai penjaga keamanan Suharto yang serius dan sepenuh hati.

Sementara Benny Moerdani sedikit berlebihan dalam menjaga Habibie. Benny menganggap Habibie seolah-olah selalu dalam keadaan bahaya yang akan diculik.

Wartawan senior Tempo, Fikri Jufri, pernah bertanya mengapa Benny begitu mengagumi Habibie.

“Apa bapak tahu siapa dia? Dia hanya bisa membuat bagian ekor pesawat terbang, tidak lebih dari itu,” kata Fikri.

Benny tidak senang mendengarnya. Ia tahu Fikri bisa menghancurkan Habibie melalui majalahnya.

“Jangan coba-coba bunuh dia ya, karena saya akan bunuh kau lebih dahulu,” ancam Benny ke Fikri.

Mulai Renggang

Suharto kemudian mengangkat Habibie sebagai Menteri Riset dan Teknologi di tahun 1978. Hubungan keduanya pun makin akrab.

Suharto memang memberikan banyak keistimewaan kepada Habibie. Selain Menristek, ada banyak lembaga dan perusahaan strategis yang dipercayakan kepada Habibie untuk mengawasinya.

Suharto juga memberikan kewenangan pada Habibie untuk mengurus proyek tentara yang berhubungan dengan teknologi. Sejak itu Habibie melakukan intervensi dalam proyek-proyek militer.

Salah satu di antara banyak proyek itu adalah pabrik kapal terbang Nurtanio di Pangkalan Udara Husein Sastranegara, Bandung.

Pabrik kapal terbang yang sekarang dikenal sebagai PT Dirgantara Indonesia (PT DI) itu, pada mulanya milik Angkatan Udara.

Suatu kali, Habibie merencanakan perluasan pabrik dan untuk itu kegiatan militer di pangkalan udara Husein Sastranegara harus dipindahkan.

Suharto pada mulanya mendukung gagasan Habibie. Sementara Pangab Benny Moerdani tidak setuju terhadap rencana Habibie.

Benny mencoba meyakinkan Suharto mengenai bagaimana mahal dan sulitnya memindahkan sebuah pangkalan udara militer. Upayanya gagal.

Benny lalu memerintahkan Marsekai TNI Sukardi, Kepala Staf Angkatan Udara, untuk bicara langsung kepada Presiden.

Suharto akhirnya berhasil diyakinkan. Rencana penggusuran Pangkalan Militer Husein Sastranegara batal.

Salah satu proyek ABRI yang digagalkan Habibie adalah rencana pembelian pesawat tempur Mirage 2000 dari Prancis.

Panglima ABRI Benny Moerdani sangat tertarik membeli pesawat tempur Mirage 2000. Ia pun mengajukan proposal ke Presiden Suharto.

Suharto tidak langsung menyetujui. Ia meminta pertimbangan Habibie. Habibie lalu membandingkan kecanggihan Mirage 2000 dengan F16.

Menurut Habibie, Mirage 2000 kalah canggih dengan F 16. Selain itu, Produsen Mirage 2000 tidak pernah melakukan transfer teknologi.

Seratus persen komponen pesawatnya dan mekaniknya, seutuhnya dari mereka, sehingga Indonesia akan selalu bergantung pada mereka. Sementara, produsen F16 memberikan tawaran menarik.

Indonesia sebagai pembeli dibolehkan memproduksi maksimal 30 persen komponen, sehingga ada kesempatan transfer teknologi.

Jika memesan F16, misalnya, pihak Indonesia kebagian membuat bagian sayap untuk sandaran bom.
Mendengar paparan ini, Suharto lantas menolak proposal Benny dan memutuskan membeli F16.

IPTN yang akan membuat sayap sandaran bom. Gagallah proyek yang direncanakan Benny Moerdani.

Pernah juga Habibie melaporkan rencana Iran membeli helikopter Super Puma yang dirakit di Bandung beserta senjata exocet saat sidang kabinet.

Benny Moerdani curiga. Ia lalu mengutus orang kepercayaannya Teddy Rusdi ke Perancis untuk mengecek ada tidaknya izin menjual exocet ke negara ketiga.

Perancis terkejut dan mengancam embargo jika Indonesia menjual exocet ke negara ketiga. Benny lalu melaporkan hal itu ke Presiden Suharto.

Akhirnya rencana penjualan heli super puma itu tidak direalisasikan. Habibie membantah hal ini. Ia mengaku tidak pernah menyampaikan rencana penjualan heli Super Puma saat sidang kabinet.

Ikut campurnya Habibie dalam proyek militer membuat Benny Moerdani berang. Benny juga mengkritik Habibie yang masih rangkap jabatan.

Di satu sisi Habibie adalah menristek di sisi lain Habibie masih menjadi pejabat tinggi di pabrik kapal terbang MBB di Jerman.

Dengan alasan keamanan, Menurut Benny, seharusnya seorang menteri tidak boleh rangkap jabatan. Hubungan Habibie dengan Suharto makin lama makin erat.

Sementara hubungan Benny Moerdani dengan Suharto malah memburuk. Menurut Habibie, kedekatan dirinya dengan Suharto membuat Benny Moerdani cemburu. Itulah yang akhirnya membuat hubungan Benny dengan Habibie tidak baik-baik saja.

Sampai akhirnya ketika Suharto hendak merangkul kelompok Islam dengan membentuk Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).

Suharto memproyeksikan Habibie untuk memimpin ICMI. ABRI yang dikuasai kubu Benny menentang berdirinya ICMI.

ABRI tidak memberikan izin ICMI menggelar deklarasi di berbagai daerah. Ini membuat ICMI kesulitan mendapatkan tempat untuk deklarasi.

Adalah Pangdam Brawijaya Mayjen R Hartono yang memberi karpet merah bagi ICMI untuk deklarasi di Malang.

Tindakan Hartono ini terbilang nekat. Sebab Pangab Jenderal Try Sutrisno memerintahkan dirinya untuk tidak mendukung pembentukan ICMI di Malang. Hartono memilih mengabaikan perintah panglimanya itu.

“Saya lebih takut kepada Pak Harto,” kata Hartono.

Alhasil ICMI berhasil menggelar deklarasi dan memilih Habibie sebagai Ketuanya.

About the author: redaksi

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *